BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 08 Juni 2012

KANKER


Kanker
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa buah mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline). Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada lokasinya dan karakter dari keganasan dan apakah ada metastasis. Sebuah diagnosis yang menentukan biasanya membutuhkan pemeriksaan mikroskopik jaringan yang diperoleh dengan biopsi. Setelah didiagnosis, kanker biasanya dirawat dengan operasi, kemoterapi, atau radiasi.
Bila tak terawat, kebanyakan kanker menyebabkan kematian; kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Kebanyakan kanker dapat dirawat dan banyak disembuhkan, terutama bila perawatan dimulai sejak awal. Banyak bentuk kanker berhubungan dengan faktor lingkungan yang sebenarnya bisa dihindari. Merokok tembakau dapat menyebabkan banyak kanker daripada faktor lingkungan lainnya.
Tumor (bahasa Latin; pembengkakan) menunjuk massa jaringan yang tidak normal, tetapi dapat berupa "ganas" (bersifat kanker) atau "jinak" (tidak bersifat kanker). Hanya tumor ganas yang mampu menyerang jaringan lainnya ataupun bermetastasis. Kanker dapat menyebar melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ lain.

Ciri-ciri sel kanker

Kanker memiliki beberapa ciri khas yang membedakan dari sel normal. Ciri khas sel kanker yang pertama adalah adanya sinyal pertumbuhan yang cukup dari sel itu sendiri. Sel normal memerlukan sinyal pertumbuhan dari luar, sedangkan sel kanker tidak. Sel kanker juga kurang peka terhadap sinyal penghambat pertumbuhan sehingga pertumbuhannya tidak terkendali. Ciri lainnya adalah sel ini dapat melakukan invasi dan metastasis, tidak terbatas replikasinya, dan dapat membentuk pembuluh darah (angiogenesis). Sel kanker juga dapat menghindari terjadinya apoptosis.

 

Pembentukan sel kanker

Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan sel normal menjadi sel kanker adalah hiperplasia, displasia, dan neoplasia. Hiperplasia adalah keadaan saat sel normal dalam jaringan bertumbuh dalam jumlah yang berlebihan. Displasia merupakan kondisi ketika sel berkembang tidak normal dan pada umumnya terlihat adanya perubahan pada nukleusnya. Pada tahapan ini ukuran nukleus bervariasi, aktivitas mitosis meningkat, dan tidak ada ciri khas sitoplasma yang berhubungan dengan diferensiasi sel pada jaringan. Neoplasia merupakan kondisi sel pada jaringan yang sudah berproliferasi secara tidak normal dan memiliki sifat invasif.

Diagnosis kanker

Kebanyakan kanker dikenali karena tanda atau gejala tampak atau melalui screening. Kedua metode ini tidak menuju ke diagnosis yang jelas, yang biasanya membutuhkan sebuah biopsi. Beberapa kanker ditemukan secara tidak sengaja pada saat evaluasi medis dari masalah yang tak berhubungan.
Karena kanker juga dapat disebabkan adanya metilasi pada promotor gen tertentu, maka deteksi dini dapat dilakukan dengan menguji gen yang menjadi biomarker untuk kanker. Beberapa jenis kanker telah diketahui status metilasi biomarker-nya. Misalnya untuk kanker payudara dapat digunakan biomarker BRCA, sedangkan untuk kanker kolorektal dapat menggunakan biomarker Sox17.
Deteksi dini ini sangat penting. Pada beberapa kanker seperti kanker kolorektal apabila diketahui sejak dini peluang untuk sembuh lebih besar. Selain itu, deteksi dini dapat memudahkan dokter untuk memberikan pengobatan yang sesuai.

Jenis kanker

Sel-sel kanker dalam sebuah tumor berasal dari sebuah sel tunggal. Sel kanker dapat mengalami metastasis. Oleh sebab itu, kanker dapat dikelompokkan berdasarkan jenis sel dari mana ia berasal dan lokasi sel.
Karsinoma berasal dari kelainan pada sel epitel (misal, sistem pencernaan atau kelenjar). Kanker darah, seperti leukemia dan limfoma, berasal dari kelainan pada sel darah dan sumsum tulang belakang. Sarkoma timbul dari kelainan pada sel jaringan penghubung, tulang atau otot. Melanoma timbul dalam melanosit. Teratoma timbul dari kelainan pada sel kelamin.

Kanker pada orang dewasa

Di Amerika Serikat dan beberapa negara berkembang lainnya, kanker sekarang ini bertanggung jawab untuk sekitar 25% dari seluruh kematian. Dalam setahun, sekitar 0,5% dari populasi terdiagnosa kanker.
Pada pria dewasa di Amerika Serikat, kanker yang paling umum adalah kanker prostat (33% dari seluruh kasus kanker), kanker paru-paru (13%), kanker kolon dan rektum (10%), kanker kandung kemih (7%), dan "cutaneous melanoma (5%). Sebagai penyebab kematian kanker paru-paru adalah yang paling umum (31%), diikuti oleh kanker prostat (10%), kanker kolon dan rektum (10%), kanker pankreas (5%) dan leukemia (4%).
Untuk dewasa wanita di Amerika Serikat, kanker payudara adalah kanker yang paling umum (32% dari seluruh kasus kanker), diikuti oleh kanker paru-paru (12%), kanker kolon dan rektum (11%), kanker endometrium (6%, uterus) dan limfoma non-Hodgkin (4%). Berdasarkan kasus kematian, kanker paru-paru paling umum (27% dari kematian kanker), diikuti oleh kanker payudara (15%), kanker kolon dan rektum (10%), kanker indung telur (6%), dan kanker pankreas (6%). Statistik dapat bervariasi besar di negara lainnya. Di Indonesia, kanker menjadi penyumbang kematian ketiga terbesar setelah penyakit jantung. Menurut seorang Menteri Kesehatan Indonesia, penyebab utama kanker di negara tersebut adalah pola hidup yang tidak sehat, seperti kurang olahraga, merokok, dan pola makan yang tak sehat.Menurut Dr. Anton Muhibuddin, peneliti di Universitas Brawijaya, tumbuhnya kanker dapat diatasi dengan kecukupan gizi sehingga suplai informasi ke otak tidak terhambat. Pada tanaman, kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis jamur/ bakteri tertantu. Pola invasi kanker tanaman dan kaner pada manusia sangat berbeda.

Riset kanker

Riset kanker merupakan usaha ilmiah yang banyak ditekuni untuk memahami proses penyakit dan menemukan terapi yang memungkinkan. Meskipun pemahaman kanker memiliki tumbuh secara eksponen sejak dekade terakhir dari abad ke-20, terapi baru yang radikal hanya ditemukan dan diperkenalkan secara bertahap.
Penghambat tyrosine kinases (imatinib dan gefitinib) pada akhir 1990-an dianggap sebuah terobosan utama; mereka mengganggu terutama dengan protein tumor-tertentu. Antibodi monoclonal telah terbukti sebuah langkah besar dalam perawatan oncological

HIPOTERMI


HIPOTERMI
DEFINISI
Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada dibawah 35°Celsius.
PENYEBAB
Luas permukaan tubuh pada bayi baru lahir (terutama jika berat badannya rendah), relatif lebih besar dibandingkan dengan berat badannya sehingga panas tubuhnya cepat hilang. Pada cuaca dingin, suhu tubuhnya cenderung menurun. Panas tubuh juga bisa hilang melalui penguapan, yang bisa terjadi jika seorang bayi yang baru lahir dibanjiri oleh cairan ketuban.
GEJALA
Gejalanya bisa berupa:
- bayi tampak mengantuk
- kulitnya pucat dan dingin
- lemah, lesu
- menggigil.
Hipotermia bisa menyebabkan hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah), asidosis metabolik (keasaman darah yang tinggi) dan kematian. Tubuh dengan cepat menggunakan energi agar tetap hangat, sehingga pada saat kedinginan bayi memerlukan lebih banyak oksigen. Karena itu, hipotermia bisa menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke jaringan.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran suhu tubuh.
PENGOBATAN
Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah cahaya penghangat.
PENCEGAHAN
Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap berada dalam keadaan hangat. Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup kepala.

Cholecystitis

Causes and pathology
Cholecystitis is often caused by cholelithiasis (the presence of choleliths, or gallstones, in the gallbladder), with choleliths most commonly blocking the cystic duct directly. This leads to inspissation (thickening) of bile, bile stasis, and secondary infection by gut organisms, predominantly E. coli and Bacteroides species.
The gallbladder's wall becomes inflamed. Extreme cases may result in necrosis and rupture. Inflammation often spreads to its outer covering, thus irritating surrounding structures such as the diaphragm and bowel.
Less commonly, in debilitated and trauma patients, the gallbladder may become inflamed and infected in the absence of cholelithiasis, and is known as acute acalculous cholecystitis.
Stones in the gallbladder may cause obstruction and the accompanying acute attack. The patient might develop a chronic, low-level inflammation which leads to a chronic cholecystitis, where the gallbladder is fibrotic and calcified.
Symptoms
Cholecystitis usually presents as a pain in the right upper quadrant. This is usually a constant, severe pain. The pain may be felt to 'refer' to the right flank or right scapular region at first.
May also present with the above mentioned pain after eating greasy or fatty foods such as pastries, pies and fried foods.This is usually accompanied by a low grade fever, vomiting and nausea. More severe symptoms such as high fever, shock and jaundice indicate the development of complications such as abscess formation, perforation or ascending cholangitis. Another complication, gallstone ileus, occurs if the gallbladder perforates and forms a fistula with the nearby small bowel, leading to symptoms of intestinal obstruction.Chronic cholecystitis manifests with non-specific symptoms such as nausea, vague abdominal pain, belching, and diarrhea.

Diagnosis
Cholecystitis is usually diagnosed by a history of the above symptoms, as well examination findings:
• fever (usually low grade in uncomplicated cases)
• tender right upper quadrant +/- Murphy's sign
Subsequent laboratory and imaging tests are used to confirm the diagnosis and exclude other possible causes.
Ultrasound can assist in the differential.
Differential diagnosis
Acute cholecystitis
• This should be suspected whenever there is acute right upper quadrant or epigastric pain.
o Other possible causes include:
 Perforated peptic ulcer
 Acute peptic ulcer exacerbation
 Amoebic liver abscess
 Acute amoebic liver colitis
 Acute pancreatitis
 Acute intestinal obstruction
 Renal colic
 Acute retrocolic appendicitis
Chronic cholecystitis
• The symptoms of chronic cholecystitis are non-specific, thus chronic cholecystitis may be mistaken for other common disorders:
o Peptic ulcer
o Hiatus hernia
o Colitis
o Functional bowel syndrome


Quick Differential
• Biliary colic - Caused by obstruction of the cystic duct. It is associated with sharp and constant epigastric pain in the absence of fever and usually there is a negative Murphy's sign. Liver function tests are within normal limits since the obstruction does not necessarily cause blockage in the common hepatic duct, thereby allowing normal bile excretion from the liver. An ultrasound scan is used to visualise the gallbladder and associated ducts, and also to determine the size and precise position of the obstruction.
• Cholecystitis - Caused by blockage of the cystic duct with surrounding inflammation, usually due to infection. Typically, the pain is initially 'colicky' (intermittent), and becomes constant and severe, mostly in the right upper quadrant. Infectious agents that cause cholecystitis include E coli, klebsiella, pseudomonas, B. fragilis and enterococcus. Murphy's sign is positive, particularly because of increased irritation of the gallbladder lining, and similarly this pain radiates (spreads) to the shoulder, flank or in a band like pattern around the lower abdomen. Laboratory tests frequently show raised hepatocellular liver enzymes (AST, ALT) with a high white cell count (WBC). Ultrasound is used to visualise the gallbladder and ducts.
• Choledocholithiasis - This refers to blockage of the common bile duct where a gallstone has left the gallbladder or has formed in the common bile duct (primary cholelithiasis). As with other biliary tree obstructions it is usually associated with 'colicky' pain, and because there is direct obstruction of biliary output, obstructive jaundice. Liver function tests will therefore show increased serum bilirubin, with high conjugated bilirubin. Liver enzymes will also be raised, predominately GGT and ALP, which are associated with biliary epithelium. The diagnosis is made using endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), or the nuclear alternative (MRCP). One of the more serious complications of choledocholithiasis is acute pancreatitis, which may result in significant permanent pancreatic damage and brittle diabetes.

• Cholangitis - An infection of entire biliary tract, and may also be known as 'ascending cholangitis', which refers to the presence of pathogens that typically inhabit more distal regions of the bowel
Cholangitis is a medical emergency as it may be life threatening and patients can rapidly succumb to acute liver failure or bacterial sepsis. The classical sign of cholangitis is Charcot's triad, which is right upper quadrant pain, fever and jaundice. Liver function tests will likely show increases across all enzymes (AST, ALT, ALP, GGT) with raised bilirubin. As with choledocholithiasis, diagnosis is confirmed using cholangiopancreatography.
It is worth noting that bile is an extremely favourable growth medium and large for bacteria, and infections in this space develop rapidly and may become quite severe.
Investigations
Blood
Laboratory values may be notable for an elevated alkaline phosphatase, possibly an elevated bilirubin (although this may indicate choledocholithiasis), and possibly an elevation of the WBC count. CRP (C-reactive protein) is often elevated. The degree of elevation of these laboratory values may depend on the degree of inflammation of the gallbladder. Patients with acute cholecystitis are much more likely to manifest abnormal laboratory values, while in chronic cholecystitis the laboratory values are frequently normal.
Radiology
Sonography is a sensitive and specific modality for diagnosis of acute cholecystitis; adjusted sensitivity and specificity for diagnosis of acute cholecystitis are 88% and 80%, respectively. The 2 major diagnostic criteria are cholelithiasis and sonographic Murphy's sign. Minor criteria include gallbladder wall thickening greater than 3mm, pericholecystic fluid, and gallbladder dilatation.

The reported sensitivity and specificity of CT scan findings are in the range of 90-95%. CT is more sensitive than ultrasonography in the depiction of pericholecystic inflammatory response and in localizing pericholecystic abscesses, pericholecystic gas, and calculi outside the lumen of the gallbladder. CT cannot see noncalcified gallbladder calculi, and cannot assess for a Murphy's sign.
Hepatobiliary scintigraphy with technetium-99m DISIDA (bilirubin) analog is also sensitive and accurate for diagnosis of chronic and acute cholecystitis. It can also assess the ability of the gall bladder to expel bile (gall bladder ejection fraction), and low gall bladder ejection fraction has been linked to chronic cholecystitis. However, since most patients with right upper quadrant pain do not have cholecystitis, primary evaluation is usually accomplished with a modality that can diagnose other causes, as well.
Therapy


X-Ray during laparoscopic cholecystectomy






For most patients, in most centres, the definitive treatment is surgical removal of the gallbladder. Supportive measures are instituted in the meantime and to prepare the patient for surgery. These measures include fluid resuscitation and antibiotics. Antibiotic regimens usually consist of a broad spectrum antibiotic such as piperacillin-tazobactam (Zosyn), ampicillin-sulbactam (Unasyn), ticarcillin-clavulanate (Timentin), or a cephalosporin (e.g.ceftriaxone) and an antibacterial with good coverage (fluoroquinolone such as ciprofloxacin) and anaerobic bacteria coverage, such as metronidazole. For penicillin allergic patients, aztreonam and clindamycin may be used.
Gallbladder removal, cholecystectomy, can be accomplished via open surgery or a laparoscopic procedure. Laparoscopic procedures can have less morbidity and a shorter recovery stay. Open procedures are usually done if complications have developed or the patient has had prior surgery to the area, making laparoscopic surgery technically difficult. A laparoscopic procedure may also be 'converted' to an open procedure during the operation if the surgeon feels that further attempts at laparoscopic removal might harm the patient. Open procedure may also be done if the surgeon does not know how to perform a laparoscopic cholecystectomy.
In cases of severe inflammation, shock, or if the patient has higher risk for general anesthesia (required for cholecystectomy), the managing physician may elect to have an interventional radiologist insert a percutaneous drainage catheter into the gallbladder ('percutaneous cholecystostomy tube') and treat the patient with antibiotics until the acute inflammation resolves. The patient may later warrant cholecystectomy if their condition improves.
Complications of cholecystitis
• Perforation or rupture
• Ascending cholangitis
• Rokitansky-Aschoff sinuses
Complications of cholecystectomy
• bile leak ("biloma")
• bile duct injury (about 5-7 out of 1000 operations. Open and laparoscopic surgeries have essentially equal rate of injuries, but the recent trend is towards fewer injuries with laparoscopy. It may be that the open cases often result because the gallbladder is too difficult or risky to remove with laparoscopy)
• abscess
• wound infection
• bleeding (liver surface and cystic artery are most common sites)
• hernia
• organ injury (intestine and liver are at highest risk, especially if the gallbladder has become adherent/scarred to other organs due to inflammation (e.g. transverse colon)
• deep vein thrombosis/pulmonary embolism (unusual- risk can be decreased through use of sequential compression devices on legs during surgery)
• fatty acid and fat-soluble vitamin malabsorption
Gall bladder perforation
Gall bladder perforation (GBP) is a rare but life-threatening complication of acute cholecystitis. The early diagnosis and treatment of GBP are crucial to decrease patient morbidity and mortality.
Approaches to this complication will vary based on the condition of an individual patient, the evaluation of the treating surgeon or physician, and the facilities' capability. Perforation can happen at the neck from pressure necrosis due to the impacted calculus, or at the fundus. It can result in a local abscess, or perforation into the general peritoneal cavity. If the bile is infected, diffuse peritonitis may occur readily and rapidly and may result in death.
A retrospective study looked at 332 patients who received medical and/or surgical treatment with the diagnosis of acute cholecystitis. Patients were treated with analgesics and antibiotics within the first 36 hours after admission (with a mean of 9 hours), and proceeded to surgery for a cholecystectomy. Two patients died and 6 patients had further complications. The morbidity and mortality rates were 37.5% and 12.5%, respectively in the present study. The authors of this study suggests that early diagnosis and emergency surgical treatment of gallbladder perforation are of crucial importance.

BAYI HIPOTERMIA


Bayi Hipotermi

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak).
Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba dingin.Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 2001).
Menurut para ahli tentang pengertian hipotermi :
C menurut Indarso, F, 2001 Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
C menurut Sandra M.T. (1997) bahwa hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35°C.
9 Etiologi Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
1)Jaringan lemak subkutan tipis.
2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. (Indarso, F, 2001).
5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi. ( Klaus, M.H et al, 1998).
9 Mekanisme hilangnya panas pada BBL Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan :
1) Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke obyek yang dingin.
2) Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke obyek yang dingin.
3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. 4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL). (Indarso, F, 2001).

Patofisiologi
1)HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob.
2)Kebutuhan oksigen yang meningkat.
3)Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
4)Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat.
5)Shock.
6)Apnea.
7)Perdarahan Intra Ventricular. (Indarso, F, 2001).
9 Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C.
Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).
Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa pengelolaan bayi hipotermi : (1)Bayi cukup bulan -Letakkan BBL pada Radiant Warner. -Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi. -Tutup kepala. -Bungkus tubuh segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan.
 (2)Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di atas. -Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo controle.
(3)Bayi yang sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. ­Tutup kepala. ­Kelembaban 40-50%. ­Dapat diberi plastik pada radiant warner. ­Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C. ­Dengan dinding double. - Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas berlebihan). ­Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. ­Temperatur lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi. Tabel 2.1 Temperatur yang dibutuhkan menurut umur dan berat badan neonatus Umur Berat Badan Neonatus <1200 gr 1201-1500 gr 1501-2500 gr > 2500 gr 0-24 jam 34-35,4 33,3-34,4 31,8-33,8 31-33,8 24-48 jam 34-35 33-34,2 31,4-33,6 30,5-33 48-72 jam 34-35 33-34 31,2-33,4 30,1-33,2 72-96 jam 34-35 33-34 31,1-33,2 29,8-32,8 4-14 hari 32,6-34 31-33,2 29 2-3 minggu 32,2-34 30,5-33 3-4 minggu 31,6-33,6 30-32,2 4-5 minggu 31,2-33 29,5-32,2 5-6 minggu 30,6-32,3 29,31,8 Sumber : Klaus, M,H et al. (1998).
Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi : Mempertahankan Suhu Tubuh Untuk Mencegah Hipotermi Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermi adalah :
(1)Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari 7 rantai hangat ;
a.Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.
b.Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan handuk yang kering dan bersih.
c.Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dengan keduanya diselimuti (Metode Kangguru).
d.Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan : -Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat.
e.Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan.
f.Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.
g.Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh normal Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi.
h.Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram, langsung menangis kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi, gunakan air hangat.
i.Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan. Tunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.


9 Menangani Hipotermi
(1)Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
 (2)Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat.
(3)Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.
(4)Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.