BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Senin, 11 November 2013

upload Minggu terakhir Tugas Etika Bisnis #


1.    Apa pengertian dari Corporate Social Responsibility … ??
Jawab :
Menurut Kotler dan Nancy (2005) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan
Menurut CSR Forum (Wibisono, 2007) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan.
Corporate Social Responsibilit(CSR)adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
COntoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.

2.    Jelaskan apa yg anda ketahui mengenai prinsip corporate social responbility (csr) ?
Jawab:
Implementasi dari tanggung jawab sosial perusahaan melalui prinsip CSR tidak terlepas dari penerapan konsep  good corporate governance  di dalam perusahaan itu sendiri. Penerapan  good corporate governance  akan mendorong managemen perusahaan itu untuk mengelola perusahaan secara banar, termasuk mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya (Tjager, 2002 : 147). Penting tidaknya tanggung jawab sosial dan moral dalam suatu perusahaan ditentukan dari nilai-nilai yang dianut perusahaan itu sendiri (Kerap, 1998 : 134). Apabila tanggung jawab sosial dianggap sebagai nilai yang harus dipegang oleh perusahaan, maka tanggung jawab sosialnya akan menentukan pula strategi dan misi perusahaan, yang pada akhirnya akan menentukan pula strategi perusahaan tersebut (Kerap, 1998 : 135).

3.    Jelaskan menurut pemahaman kalian mengenai corporate social responbility (csr) bagi perusahaan.
Jawab:
Kalo menurut saya untuk mensejahterahkan para karyawan pada perusahaan yang kita buat dan dapat meningkatkan taraf hidup orang banyak .

4.    Gambarkan dan jelaskan hubungan antara CSR dan pengembangan masyarakat. .. ?
Jawab:
Tanggung jawab sosial perusahaan, lebih dikenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility), kini menjadi salah satu topik umum yang mewabah dimana-mana. Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat selalu menginginkan adanya keberlanjutan lingkungan hidup dimana tempatnya melakukan usaha. Maka dari itu, perusahaan sebisa mungkin dapat menyadari adanya sebuah tanggung jawab atas tindakan operasional yang dilakukan terhadap masyarakat dan lingkungan. Dalam pelaksanaannya CSR selama ini lebih banyak dilakukan secara sukarela (voluntary) dan kedermawanan (philantrophy), sehingga jangkauannya relatif terbatas. Setiap bisnis memiliki tanggung jawab kepada beberapa pihak utama yang berkepentingan, termasuk lingkungan, karyawan, pelanggan, investor dan komunitas, minimal yang berada dalam radius operasi usaha. Kebanyakan perusahaan beranggapan bahwa CSR dapat membantu mereka mengelola risiko, aset-aset yang kasat mata, proses-proses internal, dan hubungan dengan stakeholder internal maupun eksternal.

5.    Sebutkan dan jelaskan indikator keberhasilan Corporate sociak respknbikity (csr) dan model penerapan di indonesia. ?
Jawab:

A. Indikator Keberhasilan CSR adalah Perubahan Positif


Pada dasarnya, tujuan akhir dari Corporate Social Responsibility adalah menciptakan perubahan.  Karena itu, efektif tidaknya suatu inisiatif CSR harus dilihat dari apakah inisiatif memberikan dampak perubahan positif pada masyarakat dan korporasi atau tidak.

Pada tulisan saya sebelumnya, saya menyebutkan tujuan komunikasi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah -- pertama --  untuk menginformasikan inisiatif dan pelaksanaan CSR. Kedua adalah membangun citra positif baik sebagai perusahaan yang peduli terhadap masalah sosial atau yang lainnya. Akan tetapi, tujuan akhir dari inisiatif CSR adalah menciptakan perubahan. Karena itu, efektif tidaknya suatu inisiatif CSR harus dilihat dari apakah inisiatif memberikan dampak perubahan positif pada masyarakat dan korporasi atau tidak (http://edhy-aruman.blogspot.com/2012/09/integrated-csr-communications.html)

Dalam konteks ini, CSR dirancang untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, dan keuntungan perusahaan membantu untuk membenarkan bagi pengeluaran anggaran CSR tersebut. Ini merupakan kompromi atas perdebatan tentang definisi CSR yang sampai kini masih berlangsung. Menurut Bowen (1953, hal. 6), kewajiban perusahaan adalah menjalankan usahanya sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Definisi Bowen – yang juga disebut-sebut sebagai sebagai Bapak CSR -- bertujuan meyakinkan perusahaan tentang perlunya memiliki visi yang tidak hanya berkaitan dengan urusan kinerja finansial perusahaan belaka. Selain mengejar keuntungan, perusahaan harus melaksanakan tanggungjawab sosial dengan cara  menjalankan usahanya sejalan dengan kepentingan masyarakat sekitarnya.

Akan tetapi, selama beberapa dekade tanggung jawab perusahaan telah ditafsirkan mengikuti pemikiran Friedman dan pendukung dari pandangan neoklasik. Menurut penerima hadiah Nobel tersebut, orientasi perusahaan adalah bagaimana caranya perusahaan bisa langgeng dengan cara meningkatkan labanya (Friedman, 1962). Menurutnya, tanggung jawab sosial hanya ada pada  individu dan tidak melekat pada perusahaan. Tujuan perusahaan hanyalah menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pemegang sahamnya. Karena itu, jika perusahaan memberikan sebagian keuntungannya bagi masyarakat dan lingkungan, maka perusahaan telah menyalahi kodratnya dimana perusahaan hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan pemegang saham.

Kini, setelah beberapa perusahaan besar terlibat skandal dan dihadapkan pada tuntutan pada perusahaan untuk berperilaku tidak hanya sekadar mempertimbangkan masalah keuangan, tetapi juga harapan agar perusahaan juga menjadi bagian lain dari masyarakat (Falkenberg 2004; Zadek 2004). Ide dasar dari tanggung jawab sosial perusahaan adalah bahwa jalinan antara bisnis dan masyarakat bukan pada entitas yang berbeda, sehingga masyarakat memiliki harapan tertentu pada perusahaan agar bisnis berjalan tepat dan berhasil (Wood, 1991)

Namun demikian, apapun definisi, bukti-bukti empiris dan teoritis menunjukkan bahwa melaksanakan tanggung jawab secara sosial adalah suatu kewajiban bagi perusahaan. Bila tidak ingin “diganggu” perusahaan wajib memenuhi dan mentaati norma-norma serta aturan yang berlaku di masyarakat. Di sisi lain, bukti empiris juga menunjukkan bahwa melaksanakan CSR juga memberikan manfaat yang sangat besar bagi perusahaan.

Pada akhirnya, CSR merupakan sebuah aktivitas yang efeknya dapat dievaluasi berdasarkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Disini pentingnya, selama proses penyusunan tujuan dan evaluasi, perusahaan dan stakeholder duduk bersama memutuskan bagaimana menilai tujuan dan mengevaluasi  serta melaporkan hasilnya. Kegagalan untuk melibatkan para stakeholder dalam proses penilaian dan pelaporan dapat mencemari legitimasi upaya CSR.

Evaluasi harus diorientasikan untuk tujuan komunikasi. Karenanya data harus dikumpulkan, diinterpretasikan, dan dilaporkan. Stakeholder dapat membantu pengumpulan dan evaluasi data serta membantu memverifikasi data yang dikumpulkan oleh perusahaan. Ini karena stakeholder hanya percaya pada data evaluatif yang kredibel, dan keterlibatan stakeholder dalam pengumpulan data berkontribusi terhadap kredibilitasnya. Selain itu, pihak ketiga juga perlu dilibatkan memverifikasi hasil atau melakukan penelitian evaluatif.

Selain itu, melibatkan stakeholder dalam proses evaluasi juga bisa meningkatkan transparansi evaluasi
tujuan. Sebab tidak tertututp kemungkinan antara stakeholder dan perusahaan terdapat perbedaan dalam penafsiran tentang makna tujuan. Sebagai contoh, mungkin stakeholder puas karena proses mencapai tujuan itu berjalan sesuai dengan yang direncanakan meski perusahaan mungkin kecewa dengan kegagalan inisiatif untuk mencapai tujuan hasil tertentu. Bagi stakeholder, fakta bahwa perusahaan  terlibat dalam beberapa tindakan seperti memberikan karyawan cuti dari pekerjaan untuk menjadi sukarelawan mungkin lebih penting daripada fakta bahwa target jumlah karyawan yang berpartisipasi dalam kurun waktu tertentu tidak tercapai.

Perdebatan juga bisa muncul ketika membahas soal ukuran keberhasilan lainnya. Sebagian stakeholder mungkin tidak begitu tertarik dengan indicator imbalan atas investasi (ROI). Tapi manajer perusahaan mungkin melihat ROI sebagai sesuatu yang penting. Karena kemungkinan-kemungkinan terjadinya perbedaan persepsi tentang "keberhasilan" dan "kegagalan", maka perusahaan perlu dibangun komunikasi antara stakeholder dan perusahaan. Selain itu, perlu pendokumentasian tujuan dan kemajuan yang dicapai untuk mengurangi perdebatan yang mungkin ditimbulkan karena ‘kelupaan.”

Pada dasarnya, evaluasi adalah proses formal untuk menilai keberhasilan inisiatif CSR dengan cara membandingkan antara hasil dan tujuan yang ingin dicapai. Karena itu, pada saat menyusun inisiatif, tujuan harus terukur baik dengan mempertimbangkan waktu atau pencapaiannya. Selain setelah program,  evaluasi antar waktu juga perlu dilakukan untuk memberikan peringatan dini kepada penyelenggara program atau manajemen terhadap masalah atau potensi masalah sebelum situasi menjadi lebih parah. Evaluasi ini meliputi tiga aktivitas. Pertama, memeriksa dasar dari kegiatan, yakni rencana dan objective dari kegiatan. Kedua, membandingkan hasil yang diharapkan dengan hasil actual, dan ketiga, mengambil tindakan koreksi untuk memastikan kinerja sejalan dengan rencana.

Satu hal lain yang perlu dilakukan perusahaan adalah melakukan audit komunikasi CSR untuk mendapatkan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan dalam rencana komunikasi CSR. Audit komunikasi CSR dilakukan melalui sebuah survey terhadap stakeholder untuk mengetahui (1) pengetahuan mereka tentang inisiatif CSR, (2) bagaimana mereka mengetahui inisiatif CSR (saluran komunikasi), dan (3) saluran yang mereka sukai untuk mendapatkan informasi CSR. Audit komunikasi dapat dijalankan bersama dengan survei yang menilai tentang reaksi terhadap inisiatif CSR. Data Audit akan membantu meningkatkan komunikasi CSR di masa mendatang.

Pada tahap ini, manajer dapat membangun kekuatan dan melihat ke depan dengan memperbaiki kelemahan masa lalu guna diaplikasikan pada inisiatif CSR berikutnya. Sebagai contoh, media sosial mungkin sangat efektif menjangkau para stakeholder, tetapi gagal memberikan informasi yang mereka inginkan. Dari informasi ini, manajer dapat memperbaiki kelemahan dari penggunaan media sosial. Atau stakeholder mungkin lebih suka mendapatkan informasi CSR dari media yang tidak terkontrol dibandingkan dengan media dikontrol.

Selama proses evaluasi ini, umpan balik dari stakeholder sangat berguna karena dapat memberikan wawasan untuk menyempurnakan inisiatif dan proses CSR secara keseluruhan. Pada tahap ini, perusahaan mengumpulkan informasi tentang reaksi stakeholder atas inisiatif CSR, proses CSR, dan efektivitas komunikasi CSR. Umpan balik stakeholder diperoleh melalui proses pemindaian dan pemantauan. Langkah ini akan berguna untuk mengetahui apakah para pemangku kepentingan merasa inisiatif CSR memadai dan efektif, selain untuk mengetahui gambaran lebih dalam tentang apa yang harus dilakukan perusahaan berikutnya.

Sebab seperti diketahui, CSR pada dasarnya merupakan program berkesinambungan. Karena itu langkah-langkah inisiatif CSR berikutnya mungkin memerlukan perubahan proses untuk meningkatkan persepsi keadilan di kalangan stakeholder. Selama proses pengumpulan imbal balik tersebut, informasi tentang dampak negatif potensial dari inisiatif CSR harus dipertimbangkan. Masalah serius bisa muncul bila perusahaan mengabaikan suara-suara negatif tentang inisiatif CSR dan perusahaan. Dalam konteks ini diperlukan penanganan yang lebih hatihati karena bisa menimbulkan kemarahan stakeholder. Di sisi lain, kemarahan bisa mengakibatkan kegagalan program. Itulah sebabnya, akan sangat membantu bila perusahaan menyedakan ruang bagi stakeholder untuk bersuara dan perusahaan segera meresponnya. Ini karena stakeholder ingin memastikan pandangan mereka tentang inisiatif CSR didengar dan diperhitungkan manajemen.

B. Umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan pertahapan sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu: awareness Building, CSR Assessement, dan CSR manual building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar dll. CSR Assessement merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mndapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR manual. Hasil assessment merupakan dasar untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR.

2. Tahap Implementasi
Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah yaitu, sosialisasi pelaksanaan, dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkeanlkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan utama sosialisasi ini adalah agar program CSR yang akan diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSr yang ada. Sedangkan internalisasi adalah tahap jangka panjang. Internalisasi ini mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kinerja dll.



3. Tahap Evaluasi
Setelah program CSR diimplementasikan langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi ini adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR.

4. Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

6.    Jelaskan apa yg kakian ketahui hubungan csr dengan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Jawab:
Pembangunan yang berkelanjutan dengan CSR memiliki keterkaitan dalam hal tujuan perusahaan yang bukan semata-mata mencari keuntungan dan pertumbuhan berkonsekuensi penting. Perusahaan harus mengakui keberadaannya sebagai bagian dari sistem lingkungan dan sistem sosial, oleh karena itu perlu juga mengakui adanya keterbatasan sumber daya alam dan mengasumsikan tanggung jawab bersama atas penggunaan dan pengembangan sumber daya sosial sehingga paham betul dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh setiap tindakan yang diambil (Sukada et al. 2007). Pembangunan berkelanjutan suatu perusahaan hanya akan dapat dipertahankan kalau ada keseimbangan amtara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup yang menguntungkan. Dengan begitu, kehadiran perusahaan terasa memberi manfaat bagi masyarakat disekitarnya dan menjadi bagian dalam kehidupan mereka. (Ambadar 2008). Dalam segi pemberdayaan ekonomi, perusahaan melalui program CSR-nya dapat membantu mengurangi kemiskinan (Radyati 2008). Kinerja ekonomi perusahaan berkaitan dengan sejauh mana perusahaan mampu memberikan dampak ekonomi (langsung/tidak langsung) kepada masyarakat. Menurut Brundtland  Report dari WECD dalam Radyati (2008) menyatakan bahwa menjaga keberlangsungan berarti memelihara dan memproduksi lagi sumberdaya yang telah dipergunakan. Keyakinan konsumen yang dibangun melalui CSR dapat mendukung pertumbuhan ekonomi (Amri dan Sarosa 2008). CSR merupakan fungsi yang sangat penting dalam mengembangkan lingkungan sosial perusahaan sehingga pengembangan masyarakat akan seiring dengan pengembangan perusahaan. (Ambadar 2008).

7.    Gambarkan tabel motivasi tanggung jaqab sosial perusahaan, dan jelaskan.
a.    Sul: Manager Policy dan Procedure Compliance à tugasnnya adalah suatu informasi yang ingin diketahui terkait dengan kebijakan masyarakat
b.    Car : Jabatan informan car adalah manager internal communicationà tugasnnya sebagai penghubung internal perusahaan

8.    Jelaskan apa yg kalian ketahui mengenai ISO dan SNI.
Jawab:
o   Organisasi Standar Internasional (ISO) adalah suatu asosiasi global yang terdiri dari badan-badan standardisasi nasional yang beranggotakan tidak kurang dari 140 negara.  ISO merupakan suatu organisasi di luar pemerintahan (Non-Government Organization/NGO) yang berdiri sejak tahun 1947.  Misi dari ISO adalah untuk mendukung pengembangan standardisasi dan kegiatan-kegiatan terkait lainnya dengan harapan untuk membantu perdagangan internasional, dan juga untuk membantu pengembangan kerjasama secara global di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kegiatan ekonomi. Kegiatan pokok ISO adalah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang kemudian dipublikasikan sebagai standar internasional..
Organisasi Internasional untuk Standardisasi (bahasa Inggris: International Organization for Standardization disingkat ISO atau Iso) adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap negara. Pada awalnya, singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO. Tetapi sekarang lebih sering memakai singkatan ISO, karena dalam bahasa Yunani isos berarti sama (equal). 
o   SNI adalah Standar Nasional Indonesia, merupakan suatu dokumen yg berisikan ketentuan teknis, pedoman dan karakteristik kegiatan dan produk yang berlaku secara Nasional untuk membentuk keteraturan yang optimum dalam konteks keperluan tertentu.
Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (PP. 102 tahun 2000).
Sumber:


Minggu, 20 Oktober 2013

POSTING 2 TUGAS MINGGU KE - 3 DAN MINGGU KE-4



ETIKA BISNIS# (POSTING 2)
TUGAS  2

1. Sebutkan apa yg kalian ketahui tentang good corporate govermance?

Jawab:
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalaha-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perebaiki dengan segera. Penertian ini dikutip dari buku Good Corporate Governance pada badan usaha manufaktur, perbankan dan jasa keuangan lainnya.
2. Jelaskan kesinambungan atau hubungan gcg dengan manajemen perusahaan. Berdasarkan pemahaman yg kalian ketahui.?
Jawab:
Contoh kasus dalam penyimpangan GCG :
JAKARTA—Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No. 177/BRTI/2011   ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober 2011.
SE tersebut berisikan himbauan  menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis :
Layanan SMS premium ini tentunya sudsh tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh penyelenggara jasa tersebut.
Namun dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG)
“Kami melihat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan profesionalitas  dimana  BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru  melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan.  Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi
“Mastel  berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir terkait,  Pasal 15 PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyelenggara Pesan Premium,  sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.
Ditegaskannya, kasus sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini karena  penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.
“Namun sayangnya tidak pernah dilakukan evaluasi/analisa atau diseleksi oleh
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)


3.Jelaskan apa yg kalian ketahui mengenai agency theory dan solusi memperkecil timbulnua agency theory.?
Jawab:
pengembangan agency theory yang mencoba menjelaskan bagaimana pihak - pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik perusahaan dan kreditor) akan berperilaku, karena mereka pada dasarnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Masalah corporate governance timbul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan.

Sebuah lembaga, secara umum, adalah hubungan antara dua pihak, di mana satu adalah pokok dan yang lainnya adalah agen yang mewakili kepala sekolah dalam transaksi dengan pihak ketiga. Hubungan Badan terjadi ketika pelaku menyewa agen untuk melakukan layanan atas nama kepala sekolah. Prinsipal umum mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen. Masalah agency dapat timbul karena inefisiensi dan informasi yang tidak lengkap. Dalam keuangan, hubungan dua lembaga penting adalah mereka antara pemegang saham dan manajer, dan pemegang saham dan kreditur.

Sebuah anggapan yang menjelaskan hubungan antara prinsipal dan agen dalam bisnis. Teori keagenan berkaitan dengan menyelesaikan masalah yang bisa eksis dalam hubungan keagenan, yaitu antara para pelaku (seperti pemegang saham) dan agen dari para pelaku (misalnya, eksekutif perusahaan). Dua masalah yang lembaga alamat teori adalah: 1.) Masalah yang muncul ketika keinginan atau tujuan dari prinsipal dan agen berada dalam konflik, dan kepala sekolah tidak dapat memastikan (karena sulit dan / atau mahal untuk melakukannya) apa agen benar-benar melakukan, dan 2) masalah yang timbul ketika prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko.. Karena toleransi risiko yang berbeda, kepala sekolah dan agen mungkin masing-masing cenderung untuk mengambil tindakan yang berbeda.






4.apa yg kalian ketahui mengenai etika bisnis dan konsep good corporate givermance (gcg). Dan apakah adakah kehubungannya?
Jawab:
Pada intinya prinsip dasar GCG terdiri dari lima aspek yaitu:
a.      Transparancy, dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
b.      Accountability, adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

c.      Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
d.     Independency, atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat.
e.      Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu pelakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Jelaskan good corporate governance dalam konteks bisnis masa depan. Beserta contoh.?
Jawab:
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalaha-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perebaiki dengan segera. Penertian ini dikutip dari buku Good Corporate Governance pada badan usaha manufaktur, perbankan dan jasa keuangan lainnya.


Contoh kasus dalam penyimpangan GCG :
JAKARTA—Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No. 177/BRTI/2011   ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober 2011.
SE tersebut berisikan himbauan  menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis :
Layanan SMS premium ini tentunya sudsh tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh penyelenggara jasa tersebut.
Namun dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG)
“Kami melihat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan profesionalitas  dimana  BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru  melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan.  Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi
“Mastel  berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir terkait,  Pasal 15 PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyelenggara Pesan Premium,  sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.
Ditegaskannya, kasus sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini karena  penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.
“Namun sayangnya tidak pernah dilakukan evaluasi/analisa atau diseleksi oleh
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)

6.jelaskan permasalahan yg timbul dalam penerapan good corporate givernance. Dan bagai mana penyelesaiaannya.
Jawab:

banyak para ahli yang berpendapat bahwa kelemahan didalam corporate governance merupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang menyebabkan memburuknya perekonomian negara-negara tersebut pada tahun 1997 dan 1998. Bahkan di Inggris pada akhir dasawarsa 1980an masalah corporate governance menjadi perhatian publik sebagai akibat publisitas masalah-masalah korporat seperti masalah creative accounting, kebangkrutan perusahaan dalam skala yang sangat besar, penyalahgunaan dana stakeholders oleh para manajer, terbatasnya peran auditor, tidak jelasnya kaitan antara kompensasi ekskutif dengan kinerja perusahaan, merger dan akuisisi yang
merugikan perekonomian secara keseluruhan (Keasey and Wright, 1997).