BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 11 Juni 2013

Kisah Persahabatan Tasya



Hari ini adalah hari diumumkannya nilai UTS 2 alias Ulangan Tengah Semester 2. Semua siswa dari kelas 10 – 12 langsung berlari menuju papan pengumuman untuk melihat nilai mereka yang memang sengaja di pasang di papan pengumuman. Seperti halnya Arin dan Chacha yang ikut-ikutan menyerbu sebuah papan yang lumayan besar dan terletak disamping ruang guru itu.
“Hah, jelek sekali nilaiku. Mengapa aku bisa mendapat nilai sejelek itu” keluh Arin setelah melihat nilai-nilai yang menurutnya itu adalah nilai yang buruk.
“Seharusnya kamu bersyukur Rin, rata-rata nilai mu bisa mencapai 8 koma bahkan hampir sembilan. Coba deh liat punyaku aku hanya mendapat nilai pas rata-rata” kata Chacha
“iya aku tau itu tapi kamu juga lihat deh nilainya Bella, itu sangat bagus berata-rata 9, aku gak nyangka aja aku bisa kalah sama orang kayak dia” balas Arin nada kecewa
“Selalu saja kamu membandingkan nilaimu sama Bella, apa kamu tidak capek tiap hari kamu Cuma mikirin bagaimana cara supaya kamu bisa menang darinya. Bella tuh hebat kayaknya juga gak mungkin deh kamu bisa melawannya, kemarin-kemarin aja kamu selalu kalah darinya” kata Chacha tenang
“hey Cha! Kamu kok bicara seperti itu sih? Sepertinya kamu meremehkan aku. Lihat saja Cha aku gak mungkin kalah darinya aku pasti bisa menang darinya liat aja nanti aku yakin aku bisa mengalahkannya!” ucap Arin tegas dan pergi meninggalkan Chacaha, sahabatnya.

Arin berjalan menuju kelas, di tengah jalan tepatnya tangga jalan menuju kelasnya dia melihat ada segerombolan teman Bella dan juga Bella.
“Hah sialan mengapa itu makhluk ada disitu!” batin Arin dan memilih untuk tidak jadi ke kelas
“ARIN” panggil seseorang menghentikan langkah Arin
“Bagaimana? Kau puas dengan hasilnya?” tanyanya kemudian
“heh, jangan besar kepala dulu kamu! Kamu kira karena hal ini aku akan menyerah begitu saja? Hah itu gak akan terjadi!” balas Arin
“hah, baguslah aku suka sikapmu yang gak gampang nyerah dan aku tunggu ucapanmu!” kata Bella dan membalikkan badan kemudian melangkah pergi.
“hah! Dasar cewek usek!!!” teriak Arin, setelah melihat Bella sudah jauh darinya

Setelah kejadian itu Arin jadi semakin giat belajar, dia jadi jarang meluangkan waktunya untuk bermain sama sahabatnya (Chacha). Dalam hati dan pikirannya hanya ada satu tujuan yaitu tidak mau kalah dengan Bella. Apalagi bulan-bulan ini akan diadakan TUC alias Tes Uji Coba menghadapi ujian nasional.
“Ke kantin yuk Rin!” ajak Chacha,” nggak ah Cha, aku mau ke perpus aja” balas Arin
“hah! sekarang kamu berubah banget sih Rin, Cuma ke kantin aja gak mau” kata Chacha kesal
“ya, maafin aku deh Cha, kamu kan tau bentar lagi ujian dan aku harus belajar untuknya”
“iya tapi gak begitu juga caranya, belajar emang penting tapi akukan juga mau main ma kamu, mau bercanda sama kamu mau cerita sama kamu. Apa kamu sudah lupa sahabatmu sendiri?” ucapnya hampir nangis
“bukan itu maksudku, aku kan Cuma mau nyiapin buat UN aja,” balas Arin merasa bersalah
“hah, kamu emang sudah berubah Rin, aku benci kamu!” teriak Chacha dan langsung berlari keluar kelas
“Cha!” panggil Arin brmaksud mencegah Chacha keluar namun sepertinya percuma saja dia berteriak karena Chacaha pun sudah berlari jauh darinya.

Arin pun langsung mencari sahabatnya itu, dia ingin meminta maaf atas kesalahannya.
“Kasian banget ya kamu, Cuma mau belajar buat nyiapin UN aja sampai lupa sama sahabat sendiri” kata Bella
“Apa sih kau? Tak usah ikut campur urusanku! Kamu persiapkan aja dirimu buat UN besok!” balas Arin sengak dan langsung berlari mencari Chacha.

Arin terus mencari-cari Chacha, dia mencari di setiap sudut sekolah namun nampaknya Chacha sangat susah dicari hingga membuat Arin sedikit menyerah. Kini dia berdiri di dekat taman sekolah, taman yang berada di belakang sekolah itu dia melihat ada dua orang manusia sedang duduk berjajar di bangku taman.
“bukankah itu Chacha? Sama siapa dia?” tanya Arin lirih dan sedikit berjalan mengendap, mendekati dua manusia itu.
“Hah? Itukan Rio?” batin Arin, dengan kedua tangannya dia menutupi muka yang terlihat sangat terkejut itu dan sedikit membalikkan badan.
“Apa aku tak salah melihat?” batin Arin masih terlihat syok dan kembali menoleh ke arah dua orang yang berjajar di bangku itu.
“hah? aku tak percaya ini?!” ucapnya sedikit keras dan langsung berlari meninggalkan pemandangan yang mambuatnya syok.
Teriakannya membuat Chacha dan teman disampingnya alias Rio menengok ke arah suara Arin namun mereka tak mendapati sosok pemilik suara itu.

Arin berlari menuju kelasnya sambil meneteskan bulir-bulir air mata.
Bella yang melihat Arin seperti itu langsung mengikutinya dan mengintipnya.
“Ada apa ini? Mengapa semua jadi begini?” keluh Arin lirih dan terus berusaha menahan butiran bening yang akan jatuh membasahi pipi bakwannya.
Dikejauhan Bella melihat Arin dengan raut muka kasihan namun tak berani mendekat dan memilih pergi dan sebelum pergi dia melempari sebuah kertas kecil ke arah Arin.
“Kau tak perlu menangisi orang yang tak pernah memikirkanmu karena itu akan sia-sia saja” ucap Arin, membaca kertas kecil lusuh itu. Diapun langsung menengok ke semua penjuru kelas untuk memastikan siapa orang yang telah melempari kertas itu. Namun sepertinya dia tak menemukan orang tersebut dan dengan sadar dia langsung mengusap air matanya yang telah membanjiri muka bulatnya.

Beberapa hari setelah itu terdengar kabar bahwa Rio telah menembak Chacha. Arin pun terkejut mendengarnya. Bagaimana tidak? Selama ini Arin lah yang telah menyukai Rio tetapi kenapa Chacha lah yang sekarang menjadi pacar Rio. Arin sangat merasa kecewa dengan Chacha, pikiran buruk pun terus mendatangi pikiran Arin sampai membuatnya tidak konsen dalam menghadapi ujian.
Di perpustakaan sekolah Arin tengah berdiam diri sambil membaca buku. Tapi dari matanya terlihat kalau dia tengah melamun.
“Hai kau! Rajin sekali, istirahat gini baca buku” kata Bella, memecahkan lamunan Arin.
“hah kau Bell, ngapain kamu kesini?” tanya Arin sedikit merasa terkejut
“gak papa cuma liat sainganku aja yang lagi sibuk baca buku tapi gak taunya malah melamun” balas Bella bermaksud menyindir
“apa kau bilang? Siapa yang melamun jangan sok tau kamu,” bantah Arin
“siapa yang sok tau? orang kenyataan kok, heh bagaimana kamu mau menyaingi aku kalau kamu aja Cuma pegang buku doang tanpa di baca!” tegas Bella
“hah, jangan sombong kamu! Kamu memang hebat dan mungkin aku memang gak bakalan bisa menyaingimu” kata Arin sedikit lesu
“hah! Baru kali ini aku melihat musuh menyerah pada keadaan begitu aja tanpa berusaha lebih gigih lagi!” ledek Bella
“apa maksudmu?” tanya Arin muka polos
“kau pikir saja sendiri” ucap Bella dan melangkah pergi
“hah apa maksudnya?” tanya Arin lirih
“oh ya dan ingat, hidup itu butuh perjuangan dan usaha keras jangan menyerah begitu saja karena ada suatu masalah kecil yang datang” pesan Bella dan langsung berlalu.
Arin terdiam dalam bangku perpus dengan sedikit memikirkan ucapan Bella. Tak lama kemudian bel pun berbunyi, tanda dimulainya pelajaran.

Dalam langkah menuju kelas Arin bertemu Chacha di tengah jalan. Saat bertemu keduanya langsung terpaku tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut keduanya. Langkah Chacha pun yang akhirnya menyadarkan kebisuan mereka.
“Tunggu Cha!” teriak Arin kemudian
Langkah Chacha pun terhenti,
“Cha, maafin aku, aku gak bisa terus-terusan diam kayak gini sama kamu” sambungnya
Chacha masih diam dan akan melangkah lagi,
“Tunggu Cha, tolong dengerin aku dulu” pinta Arin,
Langkah Chacha terhenti lagi,
“Aku tau selama ini aku salah, aku terlalu sibuk dengan ambisiku untuk menyaingi Bella sampai-sampai aku tidak memperdulikanmu, maafin aku Cha!” ucap Arin memohon
“Sudahlah Rin tak perlu kau meminta maaf padaku, lanjutkan saja ambisimu itu dan biarkan kita hidup sendiri-sendiri aja, mungkin inilah yang terbaik untuk kita lagipula aku kini telah menemukan seseorang yang bisa menemani hariku” balas Chacha
“apa itu Rio?” tanya Arin
“Iya orang itu Rio, gak papa kan aku sekarang jadi temen deketnya Rio lagipula kau kan juga sudah tak memikirkannya lagi bukan?” tegas Chacha
Arin terkejut mendengar jawaban Chacha yang seakan kini tak memperdulikan perasaannya, namun dalam pikirannya pun dia mengalah karena mungkin dengan cara inilah sahabatnya alias Chacha akan menjadi bahagia dan tak kesepian lagi. Tapi bagaimana dengan perasaannya kepada Rio? Arin pun mencoba melupakan karena kini dia telah menjadi milik sahabat yang amat disayanginya.
“mengapa kau diam? kau tak rela Rio menjadi pacarku?” tanya Chacha kemudian
“aku rela Rio jadi milikmu, asalkan itu bisa membuatmu bahagia apapun akan kulakukan” jawab Arin sedikit gagap
“iya baguslah, kau memang mantan sahabat yang baik,” ucap Chacha dan melanjutkan langkahnya lagi
“hikshikshiks… bukan ini yang aku harapakan Cha, gak papa Rio jadi milikmu tapi tetaplah menjadi sahabatku dan jangan meninggalkanku” ucapnya lirih dan menangis tersedu-sedu.
Dari kejauhan Bella mengintip mereka, rasa iba pun terlihat dari matanya yang berkaca-kaca.

Hari demi hari pun mulai berganti hingga kini hari H pun tiba, hari dimana seluruh sekolah di Indonesia mengadakan Ujian bagi kelas tiga SMA/SMK. Hari-hari setelah percakapan antara Arin dan Chacha pun menjadi akhir percakapan antara keduanya. Semenjak itu keduanya saling diam dan menjauh. Dalam hati kecil Arin pun sangat sedih dan menginginkan persahabatan itu bersatu lagi. Berbagai upaya pun telah dilakukan oleh Arin untuk menyatukan persahabatan mereka namun apalah daya mungkin Chacha memang sudah tak mengharapkan bersatunya persahabatan yang telah dibangunnya bersama selama 5 tahun itu. Chacha pun nampak bahagia sekarang bersama Rio dan kawan barunya sedangkan Arin pun mencoba menerima perpisahan ini.
Usai melaksanakan UN kini mereka dihadapkan pada sebuah pernyataan yang menunjukkan hasil mereka selama bersekolah di SMA ini.
Semua siswa sangat tegang begitu pula para orangtua atau wali murid yang tak kalah cemas akan hasil sanak saudaranya itu.
“Aku pasrah dengan nilaiku nanti, kalaupun jelek aku akan menerimanya mungkin itulah aku yang tak bisa mengalahkannya namun bila itu bagus aku pasti akan merasa jauh lebih bahagia” batin Arin
“aku akan menerima kalau nilaiku di bawah ataupun setara sekalian dengan Arin karena itu pasti akan jauh lebih bahagia untukku” batin Bella pula

Pengumuman pun segera diserahkan kepada para murid.
Saat akan membuka surat resmi itu berbagai doa dan harapan dicurahkan oleh Arin.
“Alhamdullillah…” ucapnya dan langsung menangis dipelukan sang Ibu
Kemudian datang Bella,
“hai Rin, selamat ya nilai kamu bagus banget. Kini aku telah mengerti kalau kamu pun sulit untuk di kalahkan!” ucap Bella dengan mata yang berkaca-kaca.
Tanpa basa-basi Arin langsung memeluk Bella erat-erat. Setelah itu melepaskannya.
“aku sangat berterima kasih padamu, andai kamu tak menjadi musuhku pasti aku takkan bisa mendapat nilai sebaik ini” kata Arin
“Maafkan aku Rin, selama ini aku salah. Gara-gara aku kamu jadi berpisah dengan sahabatmu” ucap Bella, air mata pun tak bisa dibendungnya lagi.
“Kau tak salah, aku malah berterimakasih padamu, kau adalah musuh yang baik dan karena musuh sebaik kamulah aku jadi bisa bangkit dan terus berusaha untuk terus menunjukkan kepada semua orang kalau aku ini bisa menjadi yang terbaik” tegas Arin, diapun tak kuasa menahan haru sehingga butiran lembut keluar dari kedua matanya.
Pada dasarnya semua manusia itu baik

Cerpen Karangan: Ririh Rakati Rigarimas