1. Apa pengertian dari Corporate Social
Responsibility … ??
Jawab :
Menurut Kotler dan Nancy (2005)
Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan
untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan
mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan
Menurut CSR Forum (Wibisono,
2007) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai bisnis yang
dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai
moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan
lingkungan.
Corporate Social
Responsibilit(CSR)adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh
perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab
mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
COntoh bentuk tanggungjawab itu
bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk
anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan
untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan
tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena
strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability
perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.
2. Jelaskan
apa yg anda ketahui mengenai prinsip
corporate social responbility (csr)
… ?
Jawab:
Implementasi dari tanggung jawab sosial perusahaan melalui
prinsip CSR tidak terlepas dari penerapan konsep good corporate governance di dalam perusahaan itu
sendiri. Penerapan good corporate governance akan mendorong managemen
perusahaan itu untuk mengelola perusahaan secara banar, termasuk
mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya (Tjager, 2002 : 147). Penting
tidaknya tanggung jawab sosial dan moral dalam suatu perusahaan ditentukan dari
nilai-nilai yang dianut perusahaan itu sendiri (Kerap, 1998 : 134). Apabila
tanggung jawab sosial dianggap sebagai nilai yang harus dipegang oleh perusahaan,
maka tanggung jawab sosialnya akan menentukan pula strategi dan misi
perusahaan, yang pada akhirnya akan menentukan pula strategi perusahaan tersebut (Kerap, 1998 :
135).
3. Jelaskan
menurut pemahaman kalian mengenai
corporate social responbility (csr)
bagi perusahaan.
Jawab:
Kalo menurut saya untuk mensejahterahkan
para karyawan pada perusahaan yang kita buat dan
dapat meningkatkan taraf hidup orang banyak .
4. Gambarkan
dan jelaskan hubungan antara CSR dan pengembangan
masyarakat. .. ?
Jawab:
Tanggung jawab sosial perusahaan, lebih dikenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility), kini menjadi salah satu topik umum yang mewabah
dimana-mana. Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat selalu menginginkan
adanya keberlanjutan lingkungan hidup dimana tempatnya melakukan usaha. Maka dari
itu, perusahaan sebisa mungkin dapat menyadari adanya sebuah tanggung jawab
atas tindakan operasional yang dilakukan terhadap masyarakat dan lingkungan.
Dalam pelaksanaannya CSR selama ini lebih banyak dilakukan secara sukarela (voluntary) dan kedermawanan (philantrophy),
sehingga jangkauannya relatif terbatas. Setiap bisnis memiliki tanggung jawab
kepada beberapa pihak utama yang berkepentingan, termasuk lingkungan, karyawan,
pelanggan, investor dan komunitas, minimal yang berada dalam radius operasi
usaha. Kebanyakan perusahaan beranggapan bahwa CSR dapat membantu mereka mengelola risiko,
aset-aset yang kasat mata, proses-proses internal, dan hubungan dengan
stakeholder internal maupun eksternal.
5.
Sebutkan
dan jelaskan indikator keberhasilan Corporate sociak respknbikity (csr) dan model
penerapan di indonesia. ?
Jawab:
A. Indikator Keberhasilan CSR
adalah Perubahan Positif
Pada dasarnya, tujuan akhir dari
Corporate Social Responsibility adalah menciptakan perubahan. Karena itu,
efektif tidaknya suatu inisiatif CSR harus dilihat dari apakah inisiatif
memberikan dampak perubahan positif pada masyarakat dan korporasi atau tidak.
Pada tulisan saya sebelumnya, saya menyebutkan tujuan
komunikasi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah -- pertama --
untuk menginformasikan inisiatif dan pelaksanaan CSR. Kedua adalah
membangun citra positif baik sebagai perusahaan yang peduli terhadap masalah
sosial atau yang lainnya. Akan tetapi, tujuan akhir dari inisiatif CSR adalah
menciptakan perubahan. Karena itu, efektif tidaknya suatu inisiatif CSR harus
dilihat dari apakah inisiatif memberikan dampak perubahan positif pada
masyarakat dan korporasi atau tidak (http://edhy-aruman.blogspot.com/2012/09/integrated-csr-communications.html)
Dalam konteks ini, CSR dirancang untuk memberikan manfaat kepada
masyarakat, dan keuntungan perusahaan membantu untuk membenarkan bagi
pengeluaran anggaran CSR tersebut. Ini merupakan kompromi atas perdebatan
tentang definisi CSR yang sampai kini masih berlangsung. Menurut Bowen (1953,
hal. 6), kewajiban perusahaan adalah menjalankan usahanya sesuai dengan
nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan
tersebut beroperasi. Definisi Bowen – yang juga disebut-sebut sebagai sebagai Bapak
CSR -- bertujuan meyakinkan perusahaan tentang perlunya memiliki visi yang
tidak hanya berkaitan dengan urusan kinerja finansial perusahaan belaka. Selain
mengejar keuntungan, perusahaan harus melaksanakan tanggungjawab sosial dengan
cara menjalankan usahanya sejalan dengan kepentingan masyarakat
sekitarnya.
Akan tetapi, selama beberapa dekade tanggung jawab perusahaan
telah ditafsirkan mengikuti pemikiran Friedman dan pendukung dari pandangan
neoklasik. Menurut penerima hadiah Nobel tersebut, orientasi perusahaan adalah
bagaimana caranya perusahaan bisa langgeng dengan cara meningkatkan labanya
(Friedman, 1962). Menurutnya, tanggung jawab sosial hanya ada pada
individu dan tidak melekat pada perusahaan. Tujuan perusahaan hanyalah
menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pemegang sahamnya. Karena itu, jika
perusahaan memberikan sebagian keuntungannya bagi masyarakat dan lingkungan,
maka perusahaan telah menyalahi kodratnya dimana perusahaan hanya mencari
keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan pemegang saham.
Kini, setelah beberapa perusahaan besar terlibat skandal dan
dihadapkan pada tuntutan pada perusahaan untuk berperilaku tidak hanya sekadar
mempertimbangkan masalah keuangan, tetapi juga harapan agar perusahaan juga
menjadi bagian lain dari masyarakat (Falkenberg 2004; Zadek 2004). Ide dasar
dari tanggung jawab sosial perusahaan adalah bahwa jalinan antara bisnis dan
masyarakat bukan pada entitas yang berbeda, sehingga masyarakat memiliki
harapan tertentu pada perusahaan agar bisnis berjalan tepat dan berhasil (Wood,
1991)
Namun demikian, apapun definisi, bukti-bukti empiris dan
teoritis menunjukkan bahwa melaksanakan tanggung jawab secara sosial adalah
suatu kewajiban bagi perusahaan. Bila tidak ingin “diganggu” perusahaan wajib
memenuhi dan mentaati norma-norma serta aturan yang berlaku di masyarakat. Di
sisi lain, bukti empiris juga menunjukkan bahwa melaksanakan CSR juga
memberikan manfaat yang sangat besar bagi perusahaan.
Pada akhirnya, CSR merupakan sebuah aktivitas yang efeknya dapat
dievaluasi berdasarkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Disini pentingnya,
selama proses penyusunan tujuan dan evaluasi, perusahaan dan stakeholder duduk
bersama memutuskan bagaimana menilai tujuan dan mengevaluasi serta
melaporkan hasilnya. Kegagalan untuk melibatkan para stakeholder dalam proses
penilaian dan pelaporan dapat mencemari legitimasi upaya CSR.
Evaluasi harus diorientasikan untuk tujuan komunikasi. Karenanya
data harus dikumpulkan, diinterpretasikan, dan dilaporkan. Stakeholder dapat
membantu pengumpulan dan evaluasi data serta membantu memverifikasi data yang
dikumpulkan oleh perusahaan. Ini karena stakeholder hanya percaya pada data
evaluatif yang kredibel, dan keterlibatan stakeholder dalam pengumpulan data
berkontribusi terhadap kredibilitasnya. Selain itu, pihak ketiga juga perlu
dilibatkan memverifikasi hasil atau melakukan penelitian evaluatif.
Selain itu, melibatkan stakeholder dalam proses evaluasi juga
bisa meningkatkan transparansi evaluasi
tujuan. Sebab tidak tertututp kemungkinan antara stakeholder dan
perusahaan terdapat perbedaan dalam penafsiran tentang makna tujuan. Sebagai
contoh, mungkin stakeholder puas karena proses mencapai tujuan itu berjalan
sesuai dengan yang direncanakan meski perusahaan mungkin kecewa dengan
kegagalan inisiatif untuk mencapai tujuan hasil tertentu. Bagi stakeholder,
fakta bahwa perusahaan terlibat dalam beberapa tindakan seperti
memberikan karyawan cuti dari pekerjaan untuk menjadi sukarelawan mungkin lebih
penting daripada fakta bahwa target jumlah karyawan yang berpartisipasi dalam
kurun waktu tertentu tidak tercapai.
Perdebatan juga bisa muncul ketika membahas soal ukuran
keberhasilan lainnya. Sebagian stakeholder mungkin tidak begitu tertarik dengan
indicator imbalan atas investasi (ROI). Tapi manajer perusahaan mungkin melihat
ROI sebagai sesuatu yang penting. Karena kemungkinan-kemungkinan terjadinya
perbedaan persepsi tentang "keberhasilan" dan "kegagalan",
maka perusahaan perlu dibangun komunikasi antara stakeholder dan perusahaan.
Selain itu, perlu pendokumentasian tujuan dan kemajuan yang dicapai untuk
mengurangi perdebatan yang mungkin ditimbulkan karena ‘kelupaan.”
Pada dasarnya, evaluasi adalah proses formal untuk menilai
keberhasilan inisiatif CSR dengan cara membandingkan antara hasil dan tujuan
yang ingin dicapai. Karena itu, pada saat menyusun inisiatif, tujuan harus
terukur baik dengan mempertimbangkan waktu atau pencapaiannya. Selain setelah
program, evaluasi antar waktu juga perlu dilakukan untuk memberikan
peringatan dini kepada penyelenggara program atau manajemen terhadap masalah
atau potensi masalah sebelum situasi menjadi lebih parah. Evaluasi ini meliputi
tiga aktivitas. Pertama, memeriksa dasar dari kegiatan, yakni rencana dan
objective dari kegiatan. Kedua, membandingkan hasil yang diharapkan dengan
hasil actual, dan ketiga, mengambil tindakan koreksi untuk memastikan kinerja
sejalan dengan rencana.
Satu hal lain yang perlu dilakukan perusahaan adalah melakukan
audit komunikasi CSR untuk mendapatkan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan
dalam rencana komunikasi CSR. Audit komunikasi CSR dilakukan melalui sebuah
survey terhadap stakeholder untuk mengetahui (1) pengetahuan mereka tentang
inisiatif CSR, (2) bagaimana mereka mengetahui inisiatif CSR (saluran
komunikasi), dan (3) saluran yang mereka sukai untuk mendapatkan informasi CSR.
Audit komunikasi dapat dijalankan bersama dengan survei yang menilai tentang
reaksi terhadap inisiatif CSR. Data Audit akan membantu meningkatkan komunikasi
CSR di masa mendatang.
Pada tahap ini, manajer dapat membangun kekuatan dan melihat ke
depan dengan memperbaiki kelemahan masa lalu guna diaplikasikan pada inisiatif
CSR berikutnya. Sebagai contoh, media sosial mungkin sangat efektif menjangkau
para stakeholder, tetapi gagal memberikan informasi yang mereka inginkan. Dari
informasi ini, manajer dapat memperbaiki kelemahan dari penggunaan media
sosial. Atau stakeholder mungkin lebih suka mendapatkan informasi CSR dari media
yang tidak terkontrol dibandingkan dengan media dikontrol.
Selama proses evaluasi ini, umpan balik dari stakeholder sangat
berguna karena dapat memberikan wawasan untuk menyempurnakan inisiatif dan
proses CSR secara keseluruhan. Pada tahap ini, perusahaan mengumpulkan
informasi tentang reaksi stakeholder atas inisiatif CSR, proses CSR, dan
efektivitas komunikasi CSR. Umpan balik stakeholder diperoleh melalui proses
pemindaian dan pemantauan. Langkah ini akan berguna untuk mengetahui apakah
para pemangku kepentingan merasa inisiatif CSR memadai dan efektif, selain
untuk mengetahui gambaran lebih dalam tentang apa yang harus dilakukan
perusahaan berikutnya.
Sebab seperti diketahui, CSR pada dasarnya merupakan program
berkesinambungan. Karena itu langkah-langkah inisiatif CSR berikutnya mungkin
memerlukan perubahan proses untuk meningkatkan persepsi keadilan di kalangan
stakeholder. Selama proses pengumpulan imbal balik tersebut, informasi tentang
dampak negatif potensial dari inisiatif CSR harus dipertimbangkan. Masalah
serius bisa muncul bila perusahaan mengabaikan suara-suara negatif tentang
inisiatif CSR dan perusahaan. Dalam konteks ini diperlukan penanganan yang
lebih hatihati karena bisa menimbulkan kemarahan stakeholder. Di sisi lain,
kemarahan bisa mengakibatkan kegagalan program. Itulah sebabnya, akan sangat
membantu bila perusahaan menyedakan ruang bagi stakeholder untuk bersuara dan
perusahaan segera meresponnya. Ini karena stakeholder ingin memastikan
pandangan mereka tentang inisiatif CSR didengar dan diperhitungkan manajemen.
B. Umumnya
perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan
pertahapan sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan terdiri atas
tiga langkah utama yaitu: awareness Building, CSR Assessement, dan CSR manual
building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat
dilakukan antara lain melalui seminar dll. CSR Assessement merupakan
upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang
perlu mndapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk
membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR manual. Hasil assessment
merupakan dasar untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR.
2. Tahap
Implementasi
Tahap implementasi terdiri
atas tiga langkah yaitu, sosialisasi pelaksanaan, dan internalisasi.
Sosialisasi diperlukan untuk memperkeanlkan kepada komponen perusahaan mengenai
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman
penerapan CSR. Tujuan utama sosialisasi ini adalah agar program CSR yang akan
diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan.
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman
CSr yang ada. Sedangkan internalisasi adalah tahap jangka panjang.
Internalisasi ini mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam
seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kinerja dll.
3. Tahap
Evaluasi
Setelah program CSR
diimplementasikan langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi ini
adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk
mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR.
4. Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam
rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan
keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.
6.
Jelaskan
apa yg kakian ketahui hubungan csr dengan konsep pembangunan ekonomi
berkelanjutan.
Jawab:
Pembangunan yang berkelanjutan dengan CSR memiliki
keterkaitan dalam hal tujuan perusahaan yang bukan semata-mata mencari keuntungan
dan pertumbuhan berkonsekuensi penting. Perusahaan harus mengakui keberadaannya
sebagai bagian dari sistem lingkungan dan sistem sosial, oleh karena itu perlu
juga mengakui adanya keterbatasan sumber daya alam dan mengasumsikan tanggung
jawab bersama atas penggunaan dan pengembangan sumber daya sosial sehingga
paham betul dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh setiap tindakan yang
diambil (Sukada et al. 2007). Pembangunan berkelanjutan suatu perusahaan
hanya akan dapat dipertahankan kalau ada keseimbangan amtara aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan hidup yang menguntungkan. Dengan begitu, kehadiran
perusahaan terasa memberi manfaat bagi masyarakat disekitarnya dan menjadi
bagian dalam kehidupan mereka. (Ambadar 2008). Dalam segi pemberdayaan ekonomi,
perusahaan melalui program CSR-nya dapat membantu mengurangi kemiskinan
(Radyati 2008). Kinerja ekonomi perusahaan berkaitan dengan sejauh mana
perusahaan mampu memberikan dampak ekonomi (langsung/tidak langsung) kepada
masyarakat. Menurut Brundtland Report dari WECD dalam Radyati (2008) menyatakan bahwa
menjaga keberlangsungan berarti memelihara dan memproduksi lagi sumberdaya yang
telah dipergunakan. Keyakinan konsumen yang dibangun melalui CSR dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi (Amri dan Sarosa 2008). CSR merupakan fungsi yang
sangat penting dalam mengembangkan lingkungan sosial perusahaan sehingga
pengembangan masyarakat akan seiring dengan pengembangan perusahaan. (Ambadar
2008).
7.
Gambarkan
tabel motivasi tanggung jaqab sosial perusahaan, dan jelaskan.
a.
Sul: Manager
Policy dan Procedure Compliance à
tugasnnya adalah suatu informasi yang ingin diketahui terkait dengan kebijakan
masyarakat
b.
Car :
Jabatan informan car adalah manager internal communicationà tugasnnya sebagai penghubung internal
perusahaan
8.
Jelaskan
apa yg kalian ketahui mengenai ISO dan SNI.
Jawab:
o
Organisasi
Standar Internasional (ISO) adalah suatu asosiasi global yang terdiri dari
badan-badan standardisasi nasional yang beranggotakan tidak kurang dari 140
negara. ISO merupakan suatu organisasi di luar pemerintahan (Non-Government Organization/NGO) yang berdiri sejak tahun 1947. Misi dari ISO adalah untuk mendukung pengembangan
standardisasi dan kegiatan-kegiatan terkait lainnya dengan harapan untuk
membantu perdagangan internasional, dan juga untuk membantu pengembangan
kerjasama secara global di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kegiatan
ekonomi. Kegiatan pokok ISO adalah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan
internasional yang kemudian dipublikasikan sebagai standar internasional..
Organisasi Internasional untuk Standardisasi (bahasa Inggris:
International Organization for Standardization disingkat ISO atau Iso) adalah
badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan
standardisasi nasional setiap negara. Pada awalnya, singkatan dari nama lembaga
tersebut adalah IOS, bukan ISO. Tetapi sekarang lebih sering memakai singkatan
ISO, karena dalam bahasa Yunani isos berarti sama (equal).
o
SNI adalah Standar Nasional Indonesia, merupakan suatu
dokumen yg berisikan ketentuan teknis, pedoman dan karakteristik kegiatan dan
produk yang berlaku secara Nasional untuk membentuk keteraturan yang optimum
dalam konteks keperluan tertentu.
Standar adalah
spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metode
yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa
kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
(PP. 102 tahun 2000).
Sumber: